BANJARUPDATE.COM, BANJARBARU – Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman hadir di sidang kasus Toko Mama Khas Banjar di Pengadilan Negeri Banjarbaru sebagai amicus curiae (sahabat pengadilan), Rabu (14/5).
Menteri UMKM Maman tampak emosional hingga meneteskan air mata saat menyampaikan pandangannya di hadapan majelis hakim.
Ia menyampaikan bahwa kasus yang menjerat pemilik Toko Mama Khas Banjar, Firly Nurachim, seharusnya ditangani dengan pendekatan pembinaan, bukan pidana.
Sebab menurut dia, proses-proses hukum ini akan mematikan usaha-usaha mikro di seluruh Indonesia.
“Pertanyaan yang paling sederhana dari saya, saya ingin mengetuk hati nurani kita semua. Apakah ini yang kita mau? Apakah proses hukum ini yang kita inginkan?” ucap Maman dengan suara yang bergetar.
Maman menekankan bahwa pelaku usaha mikro seringkali kurang mendapatkan pembekalan terkait aspek hukum dan administrasi.
Tak ayal lanjut dia, kesalahan seperti tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa pada produk sebaiknya menjadi momentum untuk edukasi dan pembinaan, bukan kriminalisasi.
Ia juga menyatakan bahwa kasus ini menjadi momentum penting untuk membenahi sistem perlindungan dan pembinaan bagi pelaku UMKM di Indonesia.
Ia menyatakan bahwa jika harus ada yang bertanggung jawab atas kurangnya pembinaan terhadap UMKM, maka dirinya siap untuk memikul tanggung jawab tersebut.
Kehadiran dan pernyataan emosional Menteri UMKM ini mendapat perhatian luas dari publik dan media, serta menjadi sorotan dalam upaya perlindungan terhadap pelaku UMKM di Indonesia.
Pemilik Toko Mama Khas Banjar, Firli Norachim didakwa atas pelanggaran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen karena menjual produk makanan tanpa mencantumkan label kedaluwarsa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Firly Nurachim selaku pelaku usaha yang menjual berbagai macam makanan beku, makanan kemasan dan minuman kemasan, namun tidak mencantumkan masa kedaluwarsa.
JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarbaru mendakwa Firly dengan dakwaan pertama Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf g Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kemudian dakwaan kedua, Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf i Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kronologi Kasus
Pada 6 Desember 2024, seorang konsumen melaporkan bahwa produk makanan beku yang dibeli di Toko Mama Khas Banjar tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa.
Produk tersebut meliputi sambal baby cumi, salmon steak, udang indomanis, dan sirop kuini. Pemeriksaan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Selatan menemukan bahwa produk-produk tersebut tidak memenuhi ketentuan pelabelan yang diwajibkan oleh undang-undang.
Firli kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Jaksa Penuntut Umum mendakwanya dengan Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 8 ayat (1) huruf g dan i UU Perlindungan Konsumen.
Pihak kepolisian menegaskan bahwa proses hukum dilakukan sesuai prosedur dan bukan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pelaku UMKM.
Reaksi dan Dukungan
Kasus ini memicu perdebatan publik. Sebagian pihak menilai penindakan terhadap Firli sebagai bentuk kriminalisasi terhadap pelaku UMKM, sementara yang lain mendukung penegakan hukum demi perlindungan konsumen.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Maman Abdurrahman, hadir dalam sidang sebagai amicus curiae (sahabat pengadilan) untuk memberikan pandangan hukum dan mendorong pendekatan pembinaan terhadap pelaku UMKM yang melakukan pelanggaran administratif.
Amicus curiae merupakan pihak ketiga yang tidak terlibat langsung perselisihan hukum, namun memberikan pendapat atau informasi kepada pengadilan untuk membantu majelis hakim mengambil keputusan.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri UMKM memberikan pandangan ataupun perspektif sebagai Kementerian UMKM.
Di sisi lain, ratusan warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Konsumen Banua (FMPKB) sempat menggelar aksi damai di depan gedung DPRD Banjarbaru, Rabu (14/5). Mereka mendesak agar proses hukum berjalan netral dan tidak dipengaruhi opini publik.
Dampak Terhadap Usaha
Akibat tekanan psikologis dan proses hukum yang berlangsung, Firli memutuskan untuk menutup Toko Mama Khas Banjar secara permanen. Penutupan ini berdampak pada belasan karyawan yang kehilangan pekerjaan dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku UMKM lainnya.
Kasus ini menjadi momentum penting untuk meninjau kembali pendekatan hukum terhadap pelanggaran administratif oleh pelaku UMKM, serta pentingnya edukasi dan pembinaan agar kejadian serupa tidak terulang.
Pasca-proses hukum yang berjalan, sebanyak 17 orang kehilangan kesempatan bekerja dan satu entitas bisnis usaha hilang.
Menteri UMKM menyampaikan kekhawatiran bahwasanya kasus Mama Khas Banjar sangat berpotensi terjadi di seluruh wilayah Indonesia.