BANJARUPDATE.COM, BANJAR – Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq turun langsung meninjau kawasan terdampak banjir di Desa Bincau, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Ia menegaskan banjir di wilayah tersebut tidak semata persoalan alam, tetapi juga dipicu aktivitas manusia yang mengabaikan prinsip lingkungan.
“Persoalan banjir ini tidak bisa dilepaskan dari karakter alami kawasan dan aktivitas manusia yang tidak taat lingkungan,” kata Hanif Faisol, Selasa (30/12).
Hanif menjelaskan, secara ekologis kawasan Bincau merupakan wilayah rawa dan daerah simpanan air. Kondisi itu membuat kawasan tersebut rentan tergenang, terutama saat curah hujan meningkat.
“Ini memang daerah air, tempat air berdiam dan ditabung sebelum mengalir ke sungai. Saat hujan rendah terlihat seperti daratan dan dimanfaatkan untuk permukiman, padahal secara ekologis risikonya tetap banjir,” ujarnya.
Menteri LH juga menyoroti pola pembangunan permukiman yang dinilai kurang adaptif terhadap kondisi alam. Ia mendorong masyarakat kembali menerapkan kearifan lokal, seperti rumah panggung di kawasan rawan genangan.
“Dulu rumah kita itu panggung. Itu bentuk adaptasi terhadap alam yang rawan air,” katanya.
Berdasarkan kajian Kementerian Lingkungan Hidup, fungsi ekologis Sungai Bincau disebut telah menurun akibat sedimentasi dan aktivitas usaha di hulu daerah aliran sungai (DAS). Tercatat terdapat sekitar 16 hingga hampir 20 entitas usaha di sektor pertambangan, perkebunan, dan kehutanan di kawasan hulu.
“Pembukaan lahan ini diduga memperburuk daya tangkap DAS. Karena itu kami akan lakukan analisis menyeluruh dan mewajibkan audit lingkungan terhadap seluruh entitas usaha,” tegas Hanif.
Ia menambahkan, jika hasil audit independen menunjukkan adanya pelanggaran serius dan ketidakmampuan memenuhi kewajiban mitigasi, izin lingkungan usaha dapat direkomendasikan untuk dicabut.
Saat ini, Tim Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup telah berada di lapangan untuk melakukan verifikasi, menyusuri wilayah Kalsel bagian barat dari Pegunungan Meratus hingga kawasan terdampak banjir.
Hanif juga mengungkapkan, berdasarkan kajian tahun 2020-2021, lanskap Kalsel berada pada kondisi sangat rentan. Curah hujan sekitar 100 mm per hari saja sudah cukup memicu banjir besar.
“Apalagi jika masih ada pembukaan lahan di luar izin dan tidak taat persetujuan lingkungan. Penertiban dan pengembalian ketaatan lingkungan jadi prioritas,” pungkasnya.






