Home Kajian Banjar Baantaran Li’an: Sumpah Dahsyat yang Memisahkan Suami-Istri Selamanya!
Baantaran

Li’an: Sumpah Dahsyat yang Memisahkan Suami-Istri Selamanya!

Dua kitab fikih klasik dari Banjar, Kitabun Nikah dan Mabadi Ilmu Fiqih. Foto:Istimewa
Dua kitab fikih klasik dari Banjar, Kitabun Nikah dan Mabadi Ilmu Fiqih. Foto: Istimewa
Ahmad Muhajir, PhD. Foto: dok.pribadi
     Oleh: Ahmad Muhajir, PhD

Dalam Islam, menuduh seseorang berzina tanpa bukti bukanlah hal yang bisa dianggap sepele. Jika seorang suami menuduh istrinya tanpa saksi, ia harus memilih antara menerima hukuman cambuk atau melakukan sumpah li’an. Jika sumpah diucapkan, pernikahan mereka langsung berakhir dengan talak bain yang tidak bisa diperbaiki. Lalu, bagaimana Islam mengatur proses ini? Apa saja akibat hukumnya? Simak penjelasannya di sini berdasarkan khazanah Kitab Fikih Melayu Banjar!

Dua kitab fikih klasik dari Banjar, Kitabun Nikah dan Mabadi Ilmu Fiqih, membahas li’an dalam bahasa Arab Melayu. Menariknya, meskipun Mabadi Ilmu Fiqih bukan kitab khusus fikih munakahat, justru penjelasannya tentang dampak li’an lebih rinci dibandingkan Kitabun Nikah.

Apa Itu Li’an?

Li’an adalah sumpah yang dilakukan oleh suami di hadapan hakim bahwa dia menuduh istrinya berzina. Sumpah ini dilakukan karena suami tidak memiliki saksi yang cukup. Jika sang istri membantah tuduhan tersebut, ia pun bersumpah sebanyak lima kali untuk membela dirinya. Jika proses li’an telah terjadi, maka pernikahan mereka otomatis berakhir, dan mereka tidak dapat kembali sebagai suami-istri selamanya.

Bagaimana li’an Dibahas dalam Dua Kitab Ini?

Dalam Kitabun Nikah (halaman 4), Syekh Muhammad Arsyad menjelaskan li’an sebagai salah satu sebab yang membuat seorang perempuan haram dinikahi oleh suaminya. Ia menyebut bahwa:

  • Suami harus bersumpah lima kali di atas mimbar di hadapan hakim untuk membuktikan tuduhannya.
  • Jika suami menolak bersumpah, maka ia dikenai hukuman cambuk 80 kali sebagai konsekuensi menuduh tanpa bukti.
  • Istri juga memiliki hak untuk bersumpah lima kali untuk membela dirinya.

Di sisi lain, dalam Mabadi Ilmu Fiqih (Juz 3, halaman 22–23), Haji Muhammad Sarni memberikan penjelasan yang lebih rinci, terutama dalam menggambarkan isi sumpah suami dan istri. Misalnya, lafaz sumpah suami yang dijelaskan dalam kitab ini berbunyi:

“Saya naik saksi, demi Allah, sesungguhnya apa yang saya dakwakan ini benar, bahwa istriku telah berzina dan anak ini bukan dari saya.”

Sebagai tanggapan, istri juga dapat melakukan li’an untuk membela diri dengan sumpah seperti berikut:

“Aku naik saksi dengan nama Allah bahwa yang menuduh aku berzina adalah dusta.”

Persamaan Pembahasan li’an dalam Kedua Kitab

Baik Kitabun Nikah maupun Mabadi Ilmu Fiqih menyepakati beberapa hal dasar dalam li’an:

  1. Li’an melibatkan sumpah suami di depan hakim sebagai bentuk tuduhan.
  2. Suami bersumpah lima kali agar terhindar dari hukuman cambuk 80 kali akibat tuduhan tanpa saksi.
  3. Istri dapat membalas sumpah lima kali untuk membuktikan bahwa tuduhan suaminya tidak benar.

Perbedaan dalam Pembahasan Li’an

Meskipun memiliki kesamaan dalam substansi, terdapat beberapa perbedaan menarik antara kedua kitab ini:

  • Kitabun Nikah hanya menjelaskan konsep dasar li’an secara ringkas tanpa banyak merinci dampaknya.
  • Mabadi Ilmu Fiqih lebih eksplisit dalam menjelaskan isi sumpah suami dan istri.
  • Mabadi Ilmu Fiqih mencantumkan lima akibat dari li’an, yaitu:
    1. Suami terbebas dari hukuman qazaf (menuduh zina tanpa saksi).
    2. Istri harus menjalani hukuman rajam kecuali jika membalas dengan sumpah li’an.
    3. Pasangan yang telah melakukan li’an tidak bisa rujuk lagi selamanya.
    4. Jika ada anak yang terlibat, maka nasabnya tidak terhubung dengan suami.
    5. Pernikahan suami-istri otomatis berakhir dengan fasakh (pembatalan nikah).

Sementara itu, Kitabun Nikah hanya menyebutkan bahwa setelah li’an, pernikahan mereka berakhir dengan talak bain dan mereka tidak bisa menikah kembali selamanya.

Kesimpulan

Li’an, sumpah dahsyat yang dapat memutuskan hubungan suami-istri selamanya, dijelaskan dengan pendekatan berbeda dalam kedua kitab ini. Kitabun Nikah membahasnya secara ringkas dan padat, sementara Mabadi Ilmu Fiqih lebih eksploratif, terutama dalam menjelaskan dampaknya pada anak dan status pernikahan. Keduanya saling melengkapi dalam memperjelas hukum li’an dalam Islam. Bagi pasangan suami-istri, menjaga kejujuran, kesetiaan, dan komunikasi dalam rumah tangga sangat penting agar tidak terjebak dalam konflik yang dapat berujung pada li’an. Sebagai hukum berat dengan konsekuensi besar, li’an sebaiknya dihindari dengan membangun hubungan yang harmonis dan saling percaya.

Wallahu A’lam bish-Shawab.

*) Anggota Tim Pengajar Mata Kuliah Studi Kitab Fikih Melayu Banjar dalam Bidang Hukum Keluarga di Program Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin sekaligus Ketua Pusat Kajian Banjar dan Melayu – LP2M UIN Antasari Banjarmasin.

Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Saksi Nikah dan Ijab Qabul: Bagaimana Ulama Banjar Mengajarkannya?

Pernikahan dalam Islam bukan sekadar seremoni sakral, tetapi juga ibadah yang harus...

Rujuk dalam Kitab Melayu Banjar Kitabun Nikah dan Mabadi Ilmu Fiqih

Suatu hari, seorang lelaki menyesali keputusannya menceraikan istrinya. Masih dalam masa iddah,...