
Apa itu Ritual Manyanggar Banua?
Berdasarkan buku Pembuktian Risalah Tuhfat al-Râghibîn sebagai Karya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari karya M. Asywadie Syukur, manyanggar banua adalah sebuah ritual adat masyarakat Banjar yang dilakukan untuk menjaga keselamatan dan menolak bala (bencana) di suatu wilayah atau permukiman.
Penjelasan Ritual Manyanggar Banua dalam Buku
Makna dan Tujuan
Ritual manyanggar banua bertujuan untuk menolak malapetaka, penyakit, atau gangguan gaib dari suatu wilayah, desa, atau tempat tinggal.
Dilakukan dengan harapan agar penghuni wilayah tersebut dilindungi dari bahaya, seperti bencana alam, wabah, atau gangguan makhluk halus.
Cara Pelaksanaan Ritual
Biasanya dipimpin oleh dukun atau pemuka adat yang dianggap memiliki kemampuan supranatural.
Sesajen seperti makanan, bunga, atau benda tertentu diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk “menenangkan” roh atau makhluk halus yang dipercaya bisa mendatangkan malapetaka.
Kadang-kadang disertai dengan pembacaan mantra atau doa tertentu sesuai kepercayaan masyarakat setempat.
Pandangan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
Dalam Tuhfat al-Râghibîn, ritual ini dikritik keras karena dianggap sebagai warisan animisme dan Hindu yang masih bertahan dalam masyarakat Banjar.
Syekh Arsyad menilai praktik ini sebagai bentuk khurafat dan syirik, karena mengandung unsur pemujaan terhadap makhluk lain selain Allah.
Ia menegaskan bahwa keselamatan hanya bergantung pada Allah dan tidak memerlukan ritual yang bersandar pada kekuatan supranatural di luar ajaran Islam.
Relevansi dengan Budaya Banjar
Ritual manyanggar banua masih ditemukan dalam praktik budaya Banjar hingga sekarang, meskipun telah mengalami Islamisasi dalam beberapa aspek.
Sebagai bagian dari upaya pembersihan akidah, kritik Syekh Muhammad Arsyad terhadap ritual ini menunjukkan proses islamisasi kepercayaan lokal yang terjadi di Kesultanan Banjar.
Kesimpulan
Manyanggar banua dalam buku ini adalah ritual tradisional masyarakat Banjar yang bertujuan menolak bala, tetapi dikritik dalam Islam karena mengandung unsur kepercayaan animisme dan dianggap bertentangan dengan tauhid.
Sumber: Bab VI dan Bab VII Buku Pembuktian Risalah Tuhfat al-Râghibîn sebagai Karya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari karya M. Asywadie Syukur