Home Kajian Banjar Baantaran Rujuk dalam Kitab Melayu Banjar Kitabun Nikah dan Mabadi Ilmu Fiqih
Baantaran

Rujuk dalam Kitab Melayu Banjar Kitabun Nikah dan Mabadi Ilmu Fiqih

Ilustrasi, rujuk. Foto-Net
Ilustrasi, rujuk. Foto-Net
Oleh: Tiara Nuur Aziizah*
Oleh: Tiara Nuur Aziizah*

Suatu hari, seorang lelaki menyesali keputusannya menceraikan istrinya. Masih dalam masa iddah, ia ingin merujuknya kembali tanpa harus menikah ulang. Namun, bagaimana caranya? Apakah ada aturan khusus yang harus dipenuhi? Dalam tradisi keilmuan Islam, topik ini telah dikaji dalam berbagai kitab fiqih, termasuk dalam khazanah Fikih Melayu Banjar.

Kitabun Nikah karya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dan Mabadi Ilmu Fiqih karya Haji Muhammad Sarni membahas hukum rujuk dengan pendekatan yang berbeda. Kitabun Nikah lebih mendalam, sementara Mabadi Ilmu Fiqih lebih sistematis namun kurang eksploratif. Artikel ini akan mengulas bagaimana kedua kitab tersebut menguraikan konsep rujuk dalam Islam.

Apa Itu Rujuk?

Secara sederhana, rujuk adalah kembalinya seorang suami kepada istrinya setelah terjadi perceraian, selama masih dalam masa iddah dan belum mencapai talak tiga. Dalam hal ini, suami tidak perlu melakukan akad nikah ulang.

Bagaimana Kitabun Nikah dan Mabadi Ilmu Fiqih Membahas Rujuk?  

Mabadi Ilmu Fiqih membahas rujuk secara ringkas dalam juz 3 halaman 20–21, dengan menggunakan istilah “Raj’ah“. Kitab ini menjelaskan bahwa seorang suami dapat kembali kepada istrinya dengan hanya mengucapkan kalimat rujuk, misalnya: “Aku rujuk perempuanku Fatimah kepada nikah, dia menjadi istriku kembali.” Perlu diperhatikan bahwa rujuk hanya sah jika masih dalam masa iddah dan talaknya bukan talak ba’in.

Sementara itu, Kitabun Nikah memberikan penjelasan yang lebih terperinci, terutama mengenai syarat-syarat rujuk. Dalam kitab ini, disebutkan ada 13 syarat rujuk, termasuk di antaranya:

– Rujuk tidak boleh dibatasi waktu (misalnya, “Aku rujuk denganmu selama sebulan”).

– Rujuk hanya sah jika dalam pernikahan sebelum terjadi talak, suami sudah pernah berhubungan suami-istri dengan istrinya.

– Tidak boleh rujuk kepada istri yang telah murtad (keluar dari Islam).

– Jika lebih dari satu, istri yang dirujuk harus ditentukan secara jelas (bukan dalam keadaan ragu-ragu antara dua istri).

– Rujuk hanya berlaku jika talaknya masih dalam masa iddah dan bukan talak tiga, perpisahannya bukan karena di-fasakh dan bukan menggunakan mode talak tebus.

Persamaan bahasan rujuk dalam Kedua Kitab  

Walaupun memiliki pendekatan berbeda, kedua kitab ini memiliki beberapa kesamaan dalam pembahasan rujuk:

  1. Rujuk hanya berlaku pada talak satu dan dua, selama masih dalam masa iddah.
  2. Jika masa iddah telah berakhir, maka rujuk tidak sah kecuali dengan akad baru.
  3. Talak tiga tidak dapat dirujuk kecuali setelah istri menikah dengan laki-laki lain dan bercerai darinya.
Perbedaan dalam Pembahasan Rujuk  

Meskipun memiliki kesamaan, ada beberapa perbedaan antara kedua kitab ini:

Kitabun Nikah lebih rinci dalam membahas syarat rujuk, termasuk larangan rujuk kepada istri yang telah keluar dari Islam dan sebelum terjadinya hubungan suami-istri.

Mabadi Ilmu Fiqih lebih sistematis dalam menjelaskan rukun rujuk, yaitu: talak raj’i, suami, istri, dan lafaz rujuk dari suami.

Mabadi Ilmu Fiqih menjelaskan bahwa rujuk tidak memerlukan wali, saksi, atau persetujuan istri, sedangkan Kitabun Nikah tidak membahas hal ini secara eksplisit.

Kesimpulan

Kedua Kitab Fikih Melayu Banjar ini memberikan wawasan yang saling melengkapi tentang hukum rujuk dalam Islam. Kitabun Nikah memberikan penjelasan yang lebih luas dan mendalam, sementara Mabadi Ilmu Fiqih menyajikan pembahasan yang lebih ringkas dan sistematis. Dengan demikian, kita dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang hukum rujuk dalam Islam.  

Wallahu A’lam bish-Shawab.

*) Mahasiswa Pascasarjana UIN Antasari Prodi Magister Hukum Keluarga.

Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Saksi Nikah dan Ijab Qabul: Bagaimana Ulama Banjar Mengajarkannya?

Pernikahan dalam Islam bukan sekadar seremoni sakral, tetapi juga ibadah yang harus...

Li’an: Sumpah Dahsyat yang Memisahkan Suami-Istri Selamanya!

Dalam Islam, menuduh seseorang berzina tanpa bukti bukanlah hal yang bisa dianggap...