Dari PDF ke Percetakan: Lahirnya LP2K Khazanah Naqqariyyah

Kajian Banjar7 Dilihat
Ahmad Muhajir, PhD. Foto: dok.pribadi
Oleh: Ahmad Muhajir, PhD

Tak banyak yang tahu, penerbitan kitab ulama Banjar kini memiliki simpul penting di sebuah gang sempit di Amuntai. Dari rumah bercat kusam itulah LP2K Khazanah Naqqariyyah lahir—sebuah ikhtiar sederhana yang digerakkan Ustadz Ridha Najmi untuk berkhidmat kepada sang guru dan memastikan karya para ulama tidak hanya beredar dalam bentuk PDF, tapi hadir sebagai kitab yang terjaga dan bermartabat.

Kunjungan Tim LP2M – UIN Antasari

Siang itu, pertengahan Juli 2025, Tim LP2M UIN Antasari berangkat menuju kediaman Ustadz Ridha Najmi, S.Kom., Ketua Lajnah Penerbit dan Pemasaran Kitab (LP2K) Khazanah Naqqariyyah. Perjalanan dimulai dari Masjid Raya At-Taqwa, lalu berlanjut menyusuri jalan kota: Tugu Itik Alabio, Pasar Amuntai, hingga tiba di muara Gang Putera Setia—lorong sempit yang hanya cukup dilalui satu mobil. Gang itu menuntun kami melewati deretan rumah kayu dan alkah kampung, sebelum akhirnya berhenti di sebuah rumah sederhana bercat kusam namun kokoh, berlantai ulin.

Di sanalah Ustadz Najmi menyambut kami. Ruang tamu rumahnya sekaligus menjadi “kantor” LP2K Khazanah Naqqariyyah: kitab-kitab tertata di lemari, perlengkapan pengepakan menumpuk di sudut, sementara ruang tengah dibiarkan lapang untuk melancarkan aktivitas penerbitan.

Jejak LP2K Khazanah Naqqariyyah

Semua berawal dari niat sederhana: berkhidmat kepada sang guru, Tuan Guru H. Abdussalam. Sebelum lembaga penerbitan berdiri, karya-karya beliau hanya dibagikan gratis dalam format PDF. Namun jalan itu rawan disalahgunakan: ada yang mencetak tanpa izin, menjual demi keuntungan, mengabaikan hak intelektual. Dari kegelisahan itulah lahir LP2K Khazanah Naqqariyyah—sebuah ikhtiar menjaga karya ulama dengan lebih tertib, adil, dan bertanggung jawab.

Sejak saat itu, kitab demi kitab diketik ulang, diperiksa, dan diterbitkan. Tak hanya karya H. Abdussalam, tetapi juga ulama Banjar lainnya. Bahkan, Khazanah Naqqariyyah dipercaya menyalurkan kitab dari penerbit lain. Amuntai pun menjadi simpul penting dalam arus turāṯ Banjar.

Katalog resmi Khazanah Naqqariyyah yang penulis peroleh memuat daftar buku-buku yang diterbitkan dan disalurkan secara resmi. Di dalamnya tercatat 47 judul karya Tuan Guru Haji Abdussalam; 18 judul dari Majelis Zikir dan Ta’lim Tuan Guru Haji Muhammad Bakhiet; 8 judul karya Ustadz Ahmad Syuhada al-Alaby; 12 judul dari Ustadz Muhammad Abrar Masrawi; 11 judul dari Ustadz Abdul Halim ad-Dari; serta 28 judul lainnya dari berbagai pengarang.

Logo LP2K Khazanah Naqqariyyah yang menghiasi setiap kitab yang diterbitkannya. Foto-Istimewa
Logo LP2K Khazanah Naqqariyyah yang menghiasi setiap kitab yang diterbitkannya. Foto-Istimewa

Proses penerbitan bukan perkara singkat. Dari pengarang yang menulis, tukang ketik yang mengubah jadi file digital, muʿalliq (pemeriksa) yang memberi catatan, hingga desainer sampul yang memberi wajah—semuanya harus berlapis.

Ustadz Najmi, lulusan Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah, terlibat di banyak tahap: mencari naskah, membaca manuskrip, berembuk dengan penulis, mengurus percetakan, sampai mendistribusikan kitab ke tangan pembaca. Kadang ia dibantu istrinya, meski saat tim berkunjung sang istri tengah beristirahat karena hamil muda.  Lalu, adiknya siap turun tangan, sementara jejaring pengajian dan toko buku ikut menyebarkan terbitan.

Yang menarik, Najmi tak melihat kerja ini sebagai bisnis murni. Kontrak percetakan memang ia buat untuk melindungi naskah, tapi dengan penulis, semuanya hanya berdasar saling percaya. Hasil penjualan pun dibagi adil: sebagian untuk penulis atau ahli waris, sebagian lagi diputar kembali untuk cetak ulang.

Santri yang Menjadi Penerbit

Ustadz Najmi bukan sosok yang suka tampil. Alumni UNISKA ini memiliki karakter yang kalem. Ucapannya singkat, dan hanya bicara jika perlu. Ketimbang seorang pebisnis, ia lebih menyerupai santri yang kebetulan diberi amanah mengurus penerbitan dan pemasaran kitab. Ia tidak bermimpi membangun kerajaan percetakan. Tekadnya sederhana: agar turāṯ Banjar tetap berdenyut.

Langkahnya pun pelan tapi pasti. Kini ia mulai memberi ruang bagi generasi baru, seperti Ustadz Kamal—putra gurunya—yang sudah menulis enam karya. Ia juga terbuka bekerja sama dengan kampus dan akademisi.

“Silakan, jika ada masukan dari bubuhan pian, sampaikan kepada kami,” ujarnya rendah hati.

Ustadz Ridha Najmi, S. Kom. menunjukkan Kitab Suluh Sabilal Muhtadin karya Tuan Guru Haji Abdussalam, salah satu produk penting LP2K Khazanah Naqqariyyah. Lokasi: kediaman Ustadz Najmi di Desa Tambalangan, Amuntai - Hulu Sungai Utara.  Foto-Istimewa
Ustadz Ridha Najmi, S. Kom. menunjukkan Kitab Suluh Sabilal Muhtadin karya Tuan Guru Haji Abdussalam, salah satu produk penting LP2K Khazanah Naqqariyyah. Lokasi: kediaman Ustadz Najmi di Desa Tambalangan, Amuntai – Hulu Sungai Utara.  Foto-Istimewa

Menjaga Cahaya Turāṯ

Di tanah Banjar, kitab bukan sekadar lembaran kertas. Ia adalah denyut pengetahuan, warisan ulama, cahaya yang terus berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dulu, Al-Qur’an, hadis, hingga fikih dikodifikasi para sahabat dan ulama agar ilmu tetap terjaga sepanjang zaman. Kini, giliran karya ulama Banjar—dari Syekh Arsyad hingga Syekh Nafis, dari guru-guru terdahulu hingga generasi kini—yang menanti untuk dirawat dan disebarkan.

Bagi Ustadz Najmi, menjaga hak cipta bukanlah perkara keuntungan semata. Itu adalah cara menjaga martabat ilmu, agar karya ulama sampai ke pembaca dengan penuh hormat. Dari rumah kayu sederhana di Gang Putera Setia, kerja sunyi itu berlangsung: mengetik, memeriksa, mencetak, membungkus, lalu mengirim kitab ke tangan santri, guru, atau siapa saja yang haus ilmu.

Dari langkah-langkah kecil itulah cahaya turāṯ terus berpijar. Amuntai pun menjadi saksi bahwa warisan ulama Banjar tak pernah padam—karena ada tangan-tangan ikhlas yang menjaganya tetap hidup.

Tinggalkan Balasan