BANJARUPDATE.COM, BATOLA – Stasiun Riset Bekantan di Pulau Curiak, Kabupaten Barito Kuala (Batola) kembali mencuri perhatian peneliti mancanegara.
Jika sebelumnya Stasiun Riset Bekantan yang dikelola Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) Foundation, mencuri hati peneliti Spanyol, kini giliran peneliti Jepang.
Baru-baru ini Futoshi Ishiguri, associate professor peneliti dari Utsunomiya University, Jepang bersama timnya Ikumi Nezu dan Hikari Yokoyama datang mempelajari upaya konservasi di Stasiun Riset Bekantan.
“Peneliti Jepang sangat terkesan melihat Stasiun Riset Bekantan, baik fasilitasnya maupun ekosistem lahan basahnya yang terjaga dengan baik. Mereka ingin mempelajari lebih jauh upaya konservasi di Pulau Curiak,” kata Founder SBI Foundation Dr Amalia Rezeki dikutip, Senin (12/5).
Futoshi Ishiguri pun berkesempatan melihat kehidupan kawanan bekantan (Nasalis larvatus), primata monyet besar berhidung panjang dari dunia lama yang menjadi ikon Provinsi Kalimantan Selatan.
Dosen Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) berharap ke depan bisa terjalin kerja sama lebih lanjut dengan universitas negeri di Jepang bagian utara itu, terutama di bidang riset lahan basah dan upaya mitigasi perubahan iklim.
Sementara Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) ULM Prof Sunardi yang turut mendampingi delegasi Jepang itu mengaku bersyukur Yayasan SBI dan ULM memiliki Stasiun Riset Bekantan sebagai wadah penelitian di lahan basah.
“Pulau ini sangat penting untuk menjaga lingkungan kita baik flora maupun fauna yang sebagian besar hampir punah, dan ini kewajiban kita untuk melindungi,” ucapnya.
Sunardi berjanji ULM dan Utsunomiya University akan merealisasikan kolaborasi riset dan mengembangkan apa yang sudah ada di Pulau Curiak.
“Ini sebagai upaya terus menggaungkan konservasi sebagaimana yang sudah diinisiasi dan dipelopori oleh Amel dan tim SBI bersama ULM,” katanya.
Di sisi lain Futoshi Ishiguri mengaku sangat tertarik dengan Stasiun Riset Bekantan serta upaya pemulihan ekosistem lahan basah yang dilakukan Amalia Rezeki bersama timnya.
Dia melihat Pulau Curiak sangat menarik karena banyak sekali pohon yang ditanam hingga membuat habitat dan mengundang satwa liar untuk hidup bebas.
Dia pun percaya manusia berkontribusi untuk menjaga kondisi ekologi di tempat itu sehingga membuatnya kagum.
Sebelumnya, keberadaan Stasiun Riset Bekantan di Pulau Curiak, telah menarik dua pegiat konservasi primata dari Spanyol, Elena dan Chris adalah peneliti primata yang juga pegiat dalam konservasi primata di Spanyol dan Belanda.
Stasiun Riset Bekantan sejak diresmikan oleh Prof Dr H Sutarto Hadi, bersama Prof Tim Roberts dari University Of New Castle – Australia 2018 lalu, telah menghasilkan lebih dari 12 karya ilmiah yang dipublikasikan, baik secara Nasional maupun Internasional.