Polemik PSU Pilkada Banjarbaru, KPU Cabut Status LPRI

BANJARUPDATE.COM, BANJARBARU – Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Banjarbaru masih berpolemik.

Hasil PSU Pilkada Banjarbaru yang menetapkan pasangan nomor 1 Erna Lisa Halaby dan Wartono menang melawan kotak kosong digugat ke Mahkamah Konstitusi, oleh Lebaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI).

Namun kini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) secara resmi mencabut status dan hak Lembaga LPRI sebagai lembaga pemantau Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru 2024.

Keputusan ini diumumkan oleh Ketua KPU Kalsel, Andri Tenri Sompa pada Jumat, 9 Mei 2025, melalui Surat Keputusan KPU Kalsel Nomor 74 Tahun 2025.

Pencabutan ini dilakukan setelah KPU Kalsel menerima rekomendasi dari Bawaslu Kota Banjarbaru terkait pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh LPRI.

Salah satu pelanggaran utama adalah tindakan LPRI yang merilis hasil hitung cepat (quick count) selama proses Pemungutan Suara Ulang (PSU), padahal sebagai lembaga pemantau, LPRI tidak memiliki kewenangan untuk melakukan atau merilis hasil quick count.

“Pelanggaran yang dilakukan adalah merilis hasil hitung cepat atau real count saat proses pemantauan PSU, yang jelas tidak diperbolehkan bagi lembaga pemantau,” ujar, Andi Tenri Sompa.

Andi Tenri Sompa, menegaskan bahwa lembaga pemantau memiliki batasan tugas yang jelas dan tidak diperbolehkan melakukan aktivitas di luar kewenangannya.

Setelah statusnya dicabut, LPRI dilarang menggunakan atribut lembaga pemantau serta melakukan aktivitas yang berkaitan dengan pemantauan pemilu.

Reaksi dan Implikasi

Sebelumnya, Gubernur Kalsel, H Muhidin, yang juga merupakan anggota Dewan Kehormatan LPRI, meminta LPRI untuk mencabut gugatan terhadap hasil PSU Pilkada Banjarbaru di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia menekankan bahwa sebagai bagian dari pemerintah dan Forkopimda, mereka harus bersikap netral dan tidak sepatutnya terlibat dalam gugatan tersebut.

“Sedangkan, kami ini pemerintahan termasuk lembaga atau institusi yang harus netral sekadar untuk diketahui masyarakat,” kata Muhidin dalam video rilisnya dikutip Sabtu (10/5).

Selain Gubernur Kalsel, Muhidin menyebutkan Dewan Kehormatan LPRI juga tercantum Kapolda, Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Pengadilan Tinggi, dan Danrem di wilayah Provinsi Kalsel.

“Kalau LPRI menggugat ke MK, tidak sepatutnya kami berada di dalam kepengurusan LPRI sebagai Dewan Kehormatan,” ungkapnya.

Jika LPRI tetap menggugat PSU Pilkada Banjarbaru, maka unsur Forkopimda Provinsi Kalsel harus keluar dari pengurus Dewan Kehormatan LPRI melalui surat keputusan.

“Kalau LPRI menggugat ke MK, tidak sepatutnya kami berada di dalam kepengurusan LPRI sebagai Dewan Kehormatan,” ungkapnya.

Bahkan, Muhidin memerintahkan pengamat politik Denny Indrayana yang menerima kuasa LPRI untuk menggugat hasil PSU Pilkada Banjarbaru untuk mencabut gugatan di MK.

“Kami sebagai Dewan Kehormatan, wajar memerintahkan untuk mencabut gugatan di MK karena kami termasuk di dalam kepengurusan LPRI tersebut. Jadi kepada Pak Denny untuk tidak menggiring opini di masyarakat,” tegas Muhidin.

Menurutnya LPRI memiliki tugas untuk mengawasi pelaksanaan PSU atau pemilihan suara ulang untuk Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru.

Diketahui, Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) mewakili LPRI Kalsel sebagai lembaga pemantau dan pemilih atas nama Udiansyah melayangkan gugatan hasil PSU Pilakda Banjarbaru 2024 ke MK pada Rabu (23/4).

Denny Indrayana sebagai anggota tim kuasa Hanyar, mengungkapkan hasil PSU Pilkada Banjarbaru diduga terjadi pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif untuk memenangkan Pasangan Calon Nomor Urut 1 Erna Lisa Halaby-Wartono yang berhadapan dengan kotak kosong.

Ia juga menyatakan bahwa pencabutan status LPRI sebagai pemantau adalah upaya untuk melemahkan legal standing LPRI dalam mengajukan gugatan ke MK. Tindakan ini menurutnya merupakan bagian dari rangkaian intimidasi terhadap LPRI.

“Soal pencabutan Akreditasi Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia itu mudah sekali untuk diprediksi. Dari mana? Dari modus intimidasi yang dilakukan bukan sekali ini saja,” tegas Denny Indrayana dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu.

Menurutnya LPRI dengan segala cara juga diintimidasi secara administrasi dengan akreditasi dicabut KPU Kalsel. “Itu satu rangkaian untuk melemahkan LPRI agar tidak lagi punya legal standing atau kedudukan hukumnya hilang, karena ia tidak lagi menjadi lembaga pemantau terakreditasi di PSU pilkada Banjarbaru,” lanjut dia.

Kemudian lagi beber dia, termasuk surat dari Forkopimda yang meminta agar LPRI mencabut gugatan ke MK. “Ini semua menunjukkan pelanggaran terstruktur sistematis dan masif atau TSM. Ada juga politik uang yang akan kami buktikan di persidangan MK. Ada upaya untuk melemahkan legal standing pemohon dengan segala macam cara,” ujar pakar hukum tata negara ini.

Tinggalkan Balasan